Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.



 
PortalIndeksGalleryPencarianLatest imagesPendaftaranLogin

 

 Beggar Intellectual

Go down 
PengirimMessage
ibnuasikin

ibnuasikin


Jumlah posting : 6
Join date : 07.06.08
Age : 38
Lokasi : Cairo

Beggar Intellectual Empty
PostSubyek: Beggar Intellectual   Beggar Intellectual Icon_minitimeSat Jun 07, 2008 11:43 pm

BEGGAR INTELLECTUAL

Oleh : Yunan Nasution*

Banyak para cendikiawan yang merumuskan, bahwa unsur pokok sebuah peradaban (civilization) adalah agama. Pengaruh agama ini cukup kuat, karena agamalah yang akan menentukan watak dan karakteristik daripada peradaban tersebut. Untuk itulah seorang guru besar keturunan Yahudi di Princeton University, Bernard Lewis menyebut peradaban barat sebagai “Christian Civilization” karena Kristen menjadi faktor agama paling utama dan menghegemoni. Diantara peradaban-peradaban yang tetap eksis, nampaknya peradaban Islam masih memegang peranan yang cukup signifikan serta mendapat sorotan utama dari peradaban barat sebagai rivalnya. Indikasi itu muncul setelah berakhirnya Perang Dingin dengan ditandai tumbangnya rezim komunis. Dari situlah disinyalir terjadinya chaos antara hegemoni barat (Kristen) yang mengklaim sebagai pemegang kekuasaan dan penentu kebijakan dunia dengan peradaban Islam yang tetap mempertahankan identitas serta orisinalitasnya.

Upaya barat dalam melemahkan Islam terutama dalam hal perang pemikiran (ghazwul fikr) telah mengalami kemajuan pesat, sebagai bukti kemunduran paradigma Islam pada kurun waktu abad ke-18 M. Karena pada waktu itu Islam mengalami kemunduran, sehingga Khilafah Utsmaniyah khususnya dan umat Islam umumnya mendapat julukan “The Sick Man of Europe” dan disisi lain barat mengalami kebangkitannya. Untuk mendobrak stagnasi ketika itu ada dua metode yang diambil oleh ulama-ulama Islam dengan sudut pandang yang berbeda. Pertama, paradigma Islam, yaitu menggali semua potensi yang ada dalam tubuh Islam itu sendiri. Inilah yang dilakukan oleh para aktivis kebangkitan dan revivalis Islam, seperti Hasan Al-Banna, Abul A’la Al-Maududi, Taqiyudin An-Nabhani, Baqir Ash-Shadr dan lain sebagainya. Mereka meyakini bahwa Islam merupakan worldview yang bisa menerjemahkan tataran empirik dengan berpegang pada satu konsep yaitu “shalihun likulli jaman wal makan”. Kedua, paradigma sekular, yaitu mengadopsi peradaban barat sebagai langkah alternatif untuk menjawab konteks. Itulah upaya yang dilakukan oleh kelompok yang menamakan dirinya kaum privatisasi Islam, seperti Hasan At-Turabi, Sayyid Ahmad Khan, Qasim Amin, Ali Abdur Raziq dan lain sebagainya. Mereka umumnya menjadikan Islam sebagai subordinat dari peradaban barat dengan konsekuensi segala hal -baik itu menyangkut tatanan sosial ataupun yang berkaitan dengan nilai-nilai transendental- harus disesuaikan dengan barat.

Kekaguman yang berlebihan terhadap kemajuan fisik peradaban barat, menyebabkan hilangnya daya kritis kalangan muslim untuk melihat perbedaan dan mutiara terpendam yang tinggi nilainya dalam peradaban Islam sendiri. Secara manusiawi, sebagaimana ungkapan yang disampaikan oleh Ibnu Khaldun dalam Muqoddimahnya bahwa memang ada kecenderungan orang-orang yang kalah untuk menjiplak pemenang. Abdullah Cevdet misalnya, seorang tokoh Gerakan Turki Muda, yang menyatakan : “There is only one civilization, and that is European civilization. Therefore, we must borrow western civilization with both its rose and its thorn”. (Yang ada hanya satu peradaban, dan itu peradaban Eropa. Karena itu, kita harus meminjam peradaban Barat, baik bunga mawarnya maupun durinya sekaligus). Pimpinan Turki Muda lainnya, Sabahudin Bey, menulis, bahwa “Sejak kami membangun hubungan dengan peradaban Barat, satu kebangkitan intelektual telah terjadi; sebelum hubungan ini, kehidupan kami kurang kehidupan intelektualnya”.

Gejala tersebut tidak hanya terjadi di Turki saja, tetapi ini sudah merambah ke berbagai negara termasuk Indonesia. Pada dekade tahun 1992-an, Nurcholis Majid seorang tokoh intelektual -pengagum Harvey Cox yang mempunyai corak berpikir sekular- pernah menggulirkan Teologi Inklusif dan Pluralis, juga Amin Abdullah seorang rektor UIN Sunan Kalijaga dengan teori hermeneutiknya dan seorang Kyai yang terkenal dengan ungkapan nyelenehnya Abdurrahman Wahid (Gusdur) serta masih banyak lagi tokoh yang disinyalir sebagai kaum modernis yang cenderung lepas kontrol.

Islam sebenarnya mempunyai konsep tersendiri dalam melihat barat, yaitu dengan mendudukan peradaban barat tidak sebagai musuh tetapi lebih merupakan bahan penelitian dengan mengadapsi -bukan mengadopsi- sebagian pemikirannya yang mesti disinergikan dengan konsep Islam. Karena bagaimanapun ada perbedaan yang cukup kentara antara Islam dan Barat. Dimana Islam memposisikan sebagai agama dan Barat sebagai peradaban. Dan itu perbedaan tersebut yang kurang dipahami oleh para tokoh intelektual kita

Nampaknya para intelektual kita sedang terjangkit penyakit euforia westernisasi karena kegeraman yang melanda kaum privatisasi Islam sudah sebegitu hebatnya, sehingga mereka tidak mengindahkan rambu-rambu qath`i sekalipun dan mereka beranggapan bahwa Islam hanya dipahami secara given, take for granted tanpa adanya proses rekonstruksi. Mereka berdalih –walaupun terkesan apologetik- bahwa apa yang mereka lakukan itu adalah satu bentuk progresifitas dan ciri manusia dinamis. Dan seolah-olah konsepsi barat dalam persepsi mereka sudah sedemikian sempurna yang tidak memerlukan lagi proses debatable serta tetap menjadi pilihan terbaik yang bisa memberikan solusi atas problematika yang ada.

Disinilah letak kekerdilan berpikir para intelektual yang menamakan dirinya kaum modernis, mereka mengkritik habis-habisan pandangan para ulama salafus shalih karena dianggap tidak up to date dengan realita yang selalu mengalami fluktuatif dan sebaliknya mereka taklid buta atas paradigma barat yang dianggapnya sebagai tuhan kebenaran yang luput dari kesalahan. Maka sebagaimana yang diutarakan oleh Amien Rais “kalau bangsa Indonesia terkenal dengan sebutan Beggar Nation, maka para ‘tokoh’ kita terkenal dengan sebutan Beggar Intellectual”.

Illahi anta maqsudi wa ridhoka matlubi.

* Alumni Pesantren Persatuan Islam 92 Majalengka
Kembali Ke Atas Go down
 
Beggar Intellectual
Kembali Ke Atas 
Halaman 1 dari 1

Permissions in this forum:Anda tidak dapat menjawab topik
 :: Khazanah Ikappim :: Artikel-
Navigasi: